BaksoskesehatanNasionalNewsPemerintahan

Gadis Belia Surabaya butuh Uluran tangan Dermawan khususnya Pemerintah

SURABAYA || HALLOJATIMNEWS – Sudah tujuh belas tahun lamanya sejak tahun 2005, Diva Nabila Umur 2 tahun dan Nanang Soedarto (53) warga kawasan Ikan Guramai, Kelurahan Perak Barat, Kecamatan Krembangan, Surabaya, harus bertaruh nyawa melawan penyakit syaraf yang menderanya. Karena himpitan ekonomi, Laki – laki ini tak mampu berbuat banyak dan hanya bisa pasrah sembari menunggu uluran tangan para dermawan.

Ketiadaan biaya membuat Nabila tak bisa mendapatkan pertolongan medis. Parahnya, selama ini pemerintah setempat seolah tutup mata dan tak mengetahui jika ada warganya yang kesusahan melawan penyakit syaraf itu.

Nanang tinggal di rumah yang dikotraknya Rp 750.000/ tahunnya.
di rumah kontrakannya yang jauh dibawah sederhana ini, Nanang tinggal bersama kakaknya Supriyati dan seorang cucunya Diva Nabila.
tragisnya, selama 17 tahun ini, Nabila hanya bisa tergolek lemah lumpu di pembaringan karena menderita sakit menahun. Nanang mengisahkan sejak berusia 6 bulan syaraf Nabila terganggu. tidak jarang Nabila mengalami kejang kejang disertai demam tinggi.

photo : tempat tinggal nabila

Nabila sempat opname di RSUD Soetomo beberapa saat lamanya. Lantaran terhimpit perekonomian yang sudah mencekik akhirnya diputuskan rawat jalan.

” Saya sudah berusaha keras mencari obat, sampai ke pengobatan alternatif, sampai tidak mampu membiayai obatnya. Namun masih belum ada hasilnya,” kenang Nanang.

“Akhirnya sejak 2005, Nabila tidak lagi mendapatkan perawatan kesehatannya.

“Saya sempat bekerja sebagai security saat itu (2005) di sebuah perusahaan. Terakhir, kerja sebagai kuli bangunan. Tapi sejak 2016 sampai sekarang, saya nganggur. Saya sudah berusaha cari kerjaan, tapi tidak ada yang mau menerima,” ucap Nanang.

Sementara, ditengah-tengah situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, Nanang pun mengaku tidak menerima bantuan sembako, apalagi Bantuan Sosial Tunai (BST) dari pemerintah.

Nanang pun pasrah dan tidak berusaha mencari tahu, apakah dirinya termasuk salah satu penerima bantuan dari pemerintah atau tidak.

“Saya tidak sempat ngecek ke kelurahan atau kecamatan. Karena saya tidak bisa meninggalkan Nabila sendirian di kontrakan,” Ungkapnya.

Di kontrakannya yang sempit dan kumuh, Nanang harus hidup bersama tumpukan barang bekas. Sehingga membuat keadaan di dalam rumah gerah dan pengap, jauh dari udara segar.
Bisa dikatakan kondisi lingkungan tempat tinggalnya jauh dari kata sehat.

Apalagi ditambah beberapa bulan ini, saluran PDAM di kontrakannya tidak bisa mengalir. Sehingga, Nanang harus menimba air dari tetangganya.

Nanang berharap ada bantuan pengobatan dari pemerintah setempat untuk cucunya tersebut. Nabila juga tidak mempunyai akte kelahiran dan Kartu Keluarga, sehingga Nanang tidak bisa mengurus BPJS. @ (han)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button