Life Style

Pariwisata Mistis dan Eksotis yang Belum Banyak Terendus Salah Satunya Jolotundo

MOJOKERTO || HALLOJATIMNEWS – Siapa Tak kenal dengan Petirtaan Jolotundo yang menjadi salah satu aset sejarah dan wisata bernilai tinggi yang dimiliki Kabupaten Mojokerto. Banyak misteri dan keunikan situs ini yang masih belum diketahui khalayak. Salah satunya adalah kualitas air petirtaan yang konon nomor tiga terbaik dunia dan bisa diminum langsung.

Situs Candi Jolotundo, atau yang kerap disebut Petirtaan Jolotundo, adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan sebelum Majapahit. Situs berupa candi dengan air yang mengalir dari berbagai sudut candi itu dibuat pada tahun 997 Masehi. Zaman Airlangga pada masa kejayaan Kerajaan Kahuripan.

Sebuah pemandian kuno peninggalan kerajaan Kahuripan (Prabu Airlangga) yang terkenal dengan nama Pertitaan Jolotundo, terletek di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Jarak dari kota Surabaya + 55 km, dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

Panjang Petirtaan Jolotundo ini berukuran 16, 85 m, lebar : 13,52 m, dan kedalaman : 5,20 m. Terbuat dari batuan Andesit yang dipahat halus. Melalui beberapa pahatan batu yang ada di Petirtaan Jolotundo tersebut yang berupa tulisan angka 997 (dalam huruf Palawa), membuktikan bahwa candi/petirtaan ini di buat pada tahun tersebut. Selain itu, tulisan Jawa kuno yang bertuliskan “Gempeng”(dalam bahasa Indonesia berarti hancur atau luluh lantah) juga menjadi tanda bahwa candi ini berdiri sebelum jaman kerajaan Majapahit, bahkan jauh sebelum kerajaan Singhasari berdiri.

Saat tim liputan redaksi Hallojatim Mbak Diesta mendatangi petirtaan jolotundo ini Konon Petirtaan ini dibuat untuk menyongsong lahirnya raja Airlangga, putra raja Udayana yang berasal dari Bali, yang menikah dengan putri Guna Priya Dharma (putri dari Mpu Sindok, raja Mataram Hindu) dari Jawa. Selain itu, menurut cerita yang berkembang, bangunan candi ini juga menjadi tempat pemandian para petinggi kerajaan pada masa itu. Dan ini bisa kita lihat melalui bangunan disebelah kiri terdapat bilik tempat untuk mandi pria, yang konon dulu sebagai tempat mandi raja, dan bilik sebelah kanan tempat mandi untuk perempuan.

Keunikan Petirtaan Jolotundo ini adalah berkaitan dengan debet airnya yang tidak pernah turun meski pada musim kemarau sekalipun. Berdasarkan penelitian, air yang keluar dari Petirtaan Jolotundo ini merupakan air yang terbaik di dunia. Kenyataan ini terbukti setelah dilakukannya penelitian terhadap kandungan air yang ada dan ternyata memiliki kandungan mineral yang sangat tinggi.

Untuk memberi kenyamanan bagi pengunjung, disekitar Petirtaan disediakan Pendopo dan Gazebo untuk menikmati suasana sejuk lereng gunung Bekal. Kawasan Jolotundo juga dapat dijadikan titik awal menuju percandian yang tersebar menuju jalur pendakian Gunung Penanggungan.

Tim liputan awak media hallojatim saat mengambil satu liter air milik kru redaksi sedang mengisi sudah penuh terisi. Merasa kurang, dia turun ke tempat pedagang di pintu masuk dan membeli 1 liter lagi dengan kapasitas yang sama.

“Mumpung lagi di sini, sekalian saja. Mumpung ada waktu ke sini,” kata warga sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sore kemarin.

Sore itu, Diesta bersama rekanya mengunjungi pemandian atau petirtaan Jolotundo Situs candi pemandian bersejarah yang sumber airnya dipercaya keramat dan memiliki khasiat.

Sebanyak Satu liter air yang diambil Diesta untuk mengobati Temanya yang sedang sakit. “Yang mengobati minta kakinya direndam air Jolotundo. Sebagian lagi diminum. Jadi saya siapkan,” ujarnya.Selasa (19/11/19).

Diesta sendiri tidak terlalu sering pergi ke pemandian Jolotundo. Dia tidak tahu persis mengapa air sumber dari pemandian Jolotundo dianggap begitu keramat. Kepercayaan tentang khasiat air Jolotundo didapatnya dari informasi masyarakat dan kabar turun temurun dari nenek moyang.

“Ada yang tersembunyi di lereng bukit daerah Mojokerto: sebuah kolam eksotis tempat pemandian keluarga Majapahit, sejak 997 M bernama Petirtaan Jolotundo. Menurut beberapa sumber, Petirtaan Jolotundo berasal dari istilah kuno. Jala atau Jolo berarti air, sedang Tunda atau Tundo berarti bertingkat yang jika digabungkan berarti kolam dengan air yang keluar dari pancuran yang dibuat bertingkat.

Berada di lereng bukit Bekal, salah satu puncak gunung Penanggungan, Petirtaan Jolotundo dikenal dengan kejernihan air dan kandungan mineralnya yang tinggi. Dibangun pada 997 M, kompleks candi yang dibuat oleh Raja Udayana ini pada masanya merupakan persembahan bagi kelahiran putra mereka Airlangga, yang lahir pada tahun 991 M.

Selain candi, Raja Udayana juga membuat kolam mandi yang berisi mata air yang hingga kini tidak pernah surut. Selain tidak pernah surut, bahkan ulasan singkat sumber dari beberapa penjaga situs pertirtaan mengatakan bahwa air dalam kolam Jolotundo dinyatakan sebagai air terbaik di dunia setelah air zam-zam. Pernyataan tersebut tentu saja tidak disandarkan tanpa alasan. Lokasinya yang berada di kaki pegunungan vulkanik kiranya menjadi alasan kuat mengapa posisinya hampir disejajarkan dengan legenda air yang lain, yaitu air zam-zam.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli hidrogeologi ditemukan fakta bahwa mata air pegunungan vulkanik memenuhi tiga syarat karakterisitik sumber air tanah yang baik yang mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Kuantitas dipengaruhi oleh faktor alami curah hujan, siklus air dan kondisi hidrogeologis di sekitar sumber daya air tersebut.

Lalu kualitas dipengaruhi oleh faktor alami (kondisi serta komposisi tanah dan batuan) maupun aktivitas manusia seperti pertanian, pencemaran rumah tangga, industri, dan lain sebagainya. Sedangkan kontinuitas memberi keseimbangan antara pemakaian dan pengisian ulang.

Jika menilik kondisi serta lokasi mata air Jolotundo yang berada di kaki gunung vulkanik serta bebas dari aktivitas manusia yang membahayakan keberlangsungan jernihnya air, maka kiranya pernyataan mengenai kadar murninya yang setara air zam-zam dapat dibenarkan. Mata air di kolam Petirtaan Jolotundo dikelilingi oleh bebatuan candi yang dapat sekaligus berfungsi sebagai akar budaya.

Dalam ilmu hidrogeologi, akuifer merupakan suatu batuan atau formasi yang memiliki kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah berarti. Untuk dapat berfungsi sebagai akuifer, suatu batuan harus berpori atau berongga yang berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak dari rongga ke rongga. Dan bebatuan candi di Petirtaan Jolotundo memiliki syarat tersebut.

Petirtaan Jolotundo yang dilindungi sebagai warisan sejarah budaya juga tidak diperkenankan untuk dipakai untuk aktivitas industri. Aktivitas yang diperbolehkan hanya mandi—atau memandikan barang kramat serta pengairan pertanian yang dialirkan lewat jalur bawah tanah. Bahkan bagi pengunjung yang berniat mandi, terdapat larangan untuk membawa peralatan mandi seperti shampoo, sabun, pasta gigi, dan lain-lain. Kearifan budaya tersebut kiranya menjadi salah satu alasan kuat mengapa air di Petirtaan Jolotundo disebut-sebut sebagai mata air terbaik di dunia, setelah air zam-zam.

“Jika kita berbicara mengenai candi-candi yang terdapat di Jawa Timur, maka mayoritas masyarakat kita akan menyebut Candi Singasari, Candi Badut, ataupun Candi Kidal. Tidak banyak yang mengetahui bahwa di kaki sebuah bukit di Mojokerto terdapat candi lain peninggalan keluarga Majapahit yang tidak kalah eksotisnya. Tidak seperti kebanyakan candi di daerah Jawa Timur yang pepohonan sekitarnya sudah banyak ‘dipangkas’, justru kawasan Candi Petirtaan Jolotundo akan mengajak anda ke suasana yang cukup mistis dan eksotis.

Saat memasuki kawasan Jalatundo, Kawan akan disambut aroma hutan rindang yang mirip-mirip Jurassic Park. Jangan khawatir kelelahan dan dehidrasi karena sepanjang jalan menuju area candi terdapat banyak gazebo untuk beristirahat dan warung-warung yang menjual makanan ringan. Tidak hanya itu, pengelola kawasan Candi Petirtaan Jolotundo juga memiliki Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dan lingkungan hidup), menyediakan penginapan, paket Outbond dan seminar yang berbasis lingkungan.

Satu lagi keeksotisan lain yang menjadi nilai tambah bagi Petirtaan Jolotundo adalah kentalnya budaya religi. Bagi anda wisatawan yang menyenangi hal-hal berbau sejarah, budaya, dan religi, maka Petirtaan Jolotundo jelas harus masuk list wisata kawan-kawan. Selain karena keistimewaan arsitektur bangunan reliefnya yang mengandung pitutur tentang kehidupan sosial masyarakat Majapahit zaman dahulu, setiap malam Jumat juga biasanya akan banyak orang yang datang untuk mandi dan mengalap ‘berkah’, terutama pada malam satu Muharram. Mitos yang beredar di masyarakat Jawa menyatakan bahwa barang siapa yang mandi di kolam tersebut maka akan memiliki wajah tampan dan cantik layaknya punggawa Istana kerajaan Majapahit.

Tidak hanya sampai di sana, dilansir dari liputan hallojatim situs Jolotundo juga banyak dianggap sebagai bukti kecanggihan teknologi tata kelola air yang sangat maju pada zamannya. Air yang berada di petirtaan ini berasal dari Gunung Penanggungan, sebuah gunung suci bagi umat Hindu aliran Syiwa dan terus mengalir melalui jaringan bawah tanah ke sawah penduduk, lalu terus menuju ke pemukiman penduduk untuk kebutuhan sehari-hari. Karena itulah keistimewaan Jolotundo tidak hanya bermakna religius dan ritual tetapi juga sosial.

Untuk dapat ‘mengendus’ aroma mistis nan eksotis ini anda hanya perlu pergi ke Kota Surabaya, yang merupakan starting point terdekat. Terdapat dua cara yang dapat ditempuh untuk sampai di Petirtaan Jalatundo ini: pertama lewat Pandaan dan kedua Japanan. Jika melalui Pandaan, angkutan umum hanya bias sampai Trawas lalu dari sana dilanjutkan dengan menggunakan ojek.

Rute Surabaya-Pandaan ini dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1,5 jam. Sementara itu jalur Japanan dapat ditempuh hanya dalam waktu kurang lebih 1 jam. Selama ini kebanyakan pengunjung yang datang adalah wisatawan yang memang berniat untuk melakukan ritual religi ataupun akademisi yang hendak melakukan penelitian. Sudah saatnya aroma keeksotisan Petirtaan Jalatundo menyebar ke wilayah dan cakupan wisatawan yang lebih jauh dan luas.

Penulis : Diesta

Editor : Mbah Ed.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button