NasionalNews

Ahmad Djauhari : Dewan Pers Tegaskan Tidak Pernah Keluarkan Surat Edaran ke Pemda

SURABAYA || HALLOJATIMNEWS – “Mana ada pasal yang menjelaskan Dewan Pers (DP) memasuki ranah itu. Coba tunjukkan kepada saya ada nggak. Jangan asal percaya kepada isu begitu saja, Tolong dicek mana ada Surat Edaran (SE) , itu bukan kewenangan Dewan Pers,’’.

Demikian ditegaskan oleh Ahmad Djauhar, selaku anggota DP dari unsur Pemimpin Perusahaan, ketika memberikan jawaban atas pertanyaan wartawan bahwa dalam UU Pokok Pers Tahun 1999 DP diberi kewenangan mendata, membina dsb, tetapi kenapa Dewan Pers sudah masuk ranah terlalu jauh mengurusi uang negara yang tersebar di Pemerintah Pusat, Pemprov, Pemkab, Pemkot. Bukankah sudah ada BPK, BPKP, KPK, Inspektorat.

Dijelaskan Achmad Djauhar, yang hadir dalam ‘’Sosialisasi Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2018’’ di Hotel Tunjungan Surabaya (29/11), diselenggarakan oleh Dewan Pers, pihaknya menghimbau untuk kerjasama dengan media yang benar-benar kepada lembaga yang legal, memiliki legalitas, dan pasti institusinya pembayar pajak. Dia (lembaga/media, red) memperkerjakan wartawan, membina lapangan kerja. Lembaga atau Media konsisten memberikan gaji kepada karyawannya. ‘’Apa salah yang seperti itu?,’’ tegasnya dengan nada tinggi.

Menurutnya Ada beberapa kelompok yang mencoba memutar balikkan fakta, tapi kami tidak menanggapi itu, karena nanti akan membuat polemik tidak ada ujungnya, hanya ada ‘adu abab’ (adu mulut,red), buat apa tidak mencerdaskan Bangsa.

Ketika ditanya Kembali tentang himbauan, berupa surat edaran kepada Pemprov dan Pemkab/Pemkot se Indonesia bahwa Pemda harus kerjasama dengan media yang terverifikasi, mengapa Dewan Pers melangkahi BPK? padahal Dewan Pers bukan pemeriksa keuangan, Sedang BPK sendiri masih menelaah tentang kerjasama antara media dengan pemda sehubungan dgn spj.

Ahmad Djauhar, kembali dengan tegas mengatakan, ‘’ Tolong tunjukkan kepada saya Surat Edaran (SE) itu. Dewan Pers tidak pernah mengeluarkannya.

Selanjutnya pertanyaan diajukan kembali kepada Ahmad Djauhar, bagaimana media (online/cetak) sudah berbadan hukum, punya siupp, punya npwp, bayar pajak, terbitnya atau tayangnya secara periodik, tapi media tersebut tidak memverifikasi medianya ke DP, Padahal media tersebut memenuhi syarat untuk terverifikasi, namun ingin independen, sebab kalau kerjasama dengan pemda, media tidak bisa membuat berita-berita yang bisa mengungkap penyalahgunaan wewenang misalnya korupsi dan kasus lain yang dilakukan birokrasi karena terikat dengan spj.

Dengan nada bicara datar, Ahmad Djauhar, menjelaskan sebaiknya terdata (datanya diverifikasi administratif maupun secara faktual) oleh Dewan Pers untuk memperoleh perlindungan hukum NKRI. itu amanat UU No. 40/1999.

Hampir semua media besar nasional melakukannya (terdata), meskipun mereka tidak mencari penghasilan dari kerja sama dengan Pemda. tapi lebih pada perlindungan hukum bila berita mereka diadukan ke Dewan Pers. Bisnis Indonesia, Tempo, Kompas, Republika, Media Indonesia, dan lain-lain juga terverifikasi data mereka oleh Dewan Pers. Boleh saja, sebuah media tidak memverifikasikan diri, tapi dia tidak berharap atas perlindungan UU No. 40/1999. @ (Red)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button