News

Mantan Dosen Unair mengolah limbah sampah organik menjadi Eco Enzyme

Sidoarjo – Figur seorang wanita tangguh yang memiliki pemikiran brilian Dra. Siti Pudji Rahayu, M.S. pensiunan Dosen di Departemen Komunikasi Fisip Unair, usia yang memasuki senja memasuki 75 tahun tak menjadi halangan untuk terus melakukan inovasi-inovasi yang bermanfaat untuk semua masyarakat terutama pemberdayaan wanita di Indonesia.

Bunda Pudji panggilan akrabnya, domisili di kawasan perumahan TNI-AL, Sidoarjo, dengan mengamati dan mempelajari banyaknya limbah sampah organik dan banyaknya pengangguran terutama. Akhirnya Bunda Pudji mulai berpikir positif, bergerak demi tercapainya apa yang diharapkan.

“Awalnya saat menjadi dosen saya bergerak di IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), dengan bergabung dalam organisasi pengusaha tersebut karena melihat di lingkungan saya banyak yang membuat bordir dan sepatu, saya berfikir kalau saya pas lagi penelitian, KKN hasil kerajinan ini bisa saya bawa untuk saya tawarkan di tempat lain” ungkap bunda Pudji, Senin (30/1/2023), saat dikunjungi di kediamannya.

“Seiring berjalannya waktu saya bergerak di IWAPI saya mendapat tawaran dari teman saya yang ada di Thailand untuk mempelajari Eco Enzyme. Saya diberi brosur untuk mempelajari,” jelasnya.

Lebih lanjut mantan dosen Unair ini menyampaikan setelah mempelajarinya saya mencoba untuk diri saya sendiri dan hasilnya bagus. Setelah tahu hasilnya, saya mengajak orang lain untuk membuat Eco Enzyme. Ternyata untuk mengajak orang-orang membuat ini sulit karena mereka tidak mau.

“Akhirnya saya bergabung dengan kelompok Eco Enzyme Bandung, Malang dan Batu. Dari ketika tempat kelompok yang ada itu yang aktif itu yang di Batu karena di sana banyak di hasilkan buah. Setelah itu berkembang, saya melanjutkan mengikuti zoom – zoom. Pada masa pandemi kegiatan juga dilakukan secara zoom, kemudian saya mengikuti zoom baik secara nasional maupun internasional. Zoom internasional dilakukan oleh Eco Enzyme bakti di Tiongkok, saya mengikuti sampai pada sertifikasi sebagai speaker,” ucap perempuan yang pernah menjadi anggota Jalasenastri ini.

Lebih jauh Siti juga menyampaikan setelah itu saya ke pak Kades Sugiwaras untuk menyampaikan bahwa saya ingin mencari kegiatan. Kebetulan pak Kades welcome dan langsung diadakan pelatihan, kebetulan juga di dukung oleh pk Sekdes yang aktif sebagai humas. Akhirnya apa yang saya lakukan ini direspon oleh pihak provinsi, dijadi pemberdayaan sampah untuk menghasilkan Eco Enzyme di desa berdaya Sugiwaras.

“Eco Enzyme sendiri di temukan oleh Dr. Rosukon Poompanvong dari Thailand, pada tahun 2005 beliau mendapat piagam penghargaan dari PBB bahwa Eco Enzyme ini bisa disampaikan ke dunia. Dr. Rosukon sendiri tidak mematenkan hasil penelitiannya. Padahal dia melakukan penelitian selama 30 tahun tapi tidak dipatenkan agar seluruh bangsa di seluruh dunia ini bisa memanfaatkan hasil penelitian dia tanpa membayar royalti. Makanya kami relawan Eco Enzyme tidak memungut biaya dan tidak memperjual belikan Eco Enzyme, semua dilakukan secara sukarela,” urainya.

Menurut Siti ternyata semakin hari semakin terbukti bahwa Eco Enzyme banyak manfaatnya, diantaranya untuk kesehatan, kebersihan rumah, kebersihan lingkungan, tanaman, air dan binatang piaraan karena Eco Enzyme bisa meghilangkan bau, bisa sebagai desinfektan, pupuk, pembersih udara, alat kecantikan.

“Saya mulai sekarang hanya menggunakan Eco Enzyme, mulai dari mandi, keramas, gosok gigi, mencuci. Karang gigi pun bisa hilang kalau kumur dengan Eco Enzyme, sakit gigi, gusi bengkak, gusi berdarah, sariawan juga sembuh dengan kumur Eco Enzyme,” tambahnya.

Siti juga menyampaikan Eco Enzyme ini kita buat dari kulit buah yang tidak bergetah yang masih segar, sisa sayur yang masih segar dan molase atau gula merah melalui proses fermentasi. Semua kita lakukan untuk mengurangi tumpukan sampah organik baik di TPST maupun di TPA,” jelasnya.

“Alhamdulillah apa yang saya lakukan ini mendapat support dan motivasi keluarga baik anak maupun suami,” tandasnya.
@deft

Related Articles

Back to top button