NasionalNews

KEBAKARAN HUTAN INDONESIA : MAMPUKAH MANGROVE SEBAGAI ALTERNATIVE MEMPERTAHANKAN PARU-PARU DUNIA?

HALLOJATIMNEWS.COM – Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dimana 63% nya terdiri dari perairan dan sisanya berupa daratan. Sekitar 63% atau seluas 120,6 juta hektar daratan dikuasai oleh kawasan Hutan (KLHI, 2018). Hal inilah yang mendasari mengapa Indonesia dikatakan sebagai negara pemilik hutan terluas ketiga di dunia.

Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI) sejumlah 82 hektar luas daratan Indonesia masih tertutup hutan. Dengan bentangan luas hutan tersebut Indonesia merupakan salah satu penyumbangan oksigen terbesar untuk dunia.

Namun, luasnya hutan di Indonesia bukan berarti tidak memiliki tantangan tersendiri. Indonesia merupakan penyumbang asap terbesar di dunia dengan kasus kebakaran hutan yang terjadi disetiap tahunnya. Kebakaran hutan bukanlah suatu hal langka di Indonesia, bahkan setiap tahunnya hutan seluas 684.000 hektar lenyap akibat pembakaran liar, kebakaran hutan, perambatan hutan dan alih fungsi hutan.

Menurut data yang dirilis Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) berdasarkan data dari Global Forest Resources Assessment (FRA), Indonesia menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan setelah Brasil yang berada di urutan pertama. Jika hal tersebut terus di biarkan maka paru-paru dunia di Indonesia akan terus mengecil.

Hutan yang terbentang di daratan tidak dapat mengelak pada kebakaran, hal tersebut terjadi karena adanya perluasan lahan yang memaksa oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk membakar hutan sebagai salah satu cara meningkatkan infastuktur. Tidak dapat dipungkiri, lambat laun hutan di Indonesia akan semakin terkikis. Seperti yang kita ketahui baru-baru ini Indonesia di gencarkan dengan maraknya pembakaran hutan, tercatat sepanjang Januari-Agustus 2019 total luas hutan yang terbakar mencapai 328.724 hektar dengan kebakaran terluas terjadi di Provinsi Riau (BNPN, 2019).

Pada tanggal 25 Oktober 2019 terjadi juga kebakaran hutan di kawasan Pegunungan Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur dimana kawasan tersebut merupakan salah satu investasi pariwisata di Jawa Timur.

Bisakah Indonesia mempertahankan volume paru-paru dunia?

Dengan memperluas dan memperkaya hutan mangrove, secara tidak langsung Indonesia telah membayar hilangnya hutan darat. Mangrove merupakan tumbuhan familiar yang sering diperbincangkan mulai dari fungsinya sebagai pencegah abrasi pantai hingga Indonesia sebagai salah satu negara pemilik keragaman jenis Mangrove yang tinggi di dunia. Dengan mangrove regional penting terdapat di Papua, Kalimantan dan Sumtra (FAO, 2007).

Tumbuhan yang hidup di air payau ini nampaknya tersebar luas di sepanjang 95.000 kilometer pesisir Indonesia dengan luas mencapai 2,5-4,5 juta hektar melebihi Brazil (1,3 juta Ha), Nigeria (1,1 juta Ha), dan Autralia (0,97 juta Ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Luas mangrove tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemilik hutan mangrove terluas hingga mencapai 25% dari total luas mangrove di dunia.
Dilansir data dari PUSDATARAWA (Pusat-Data Informasi Daerah Rawa & Pesisir) Indonesia memiliki 20,098 juta hektar (60,2%) lahan pasang surut.

Seperti salah satu contohnya di Kabupaten Situbondo, menurut data yang dipublikasikan oleh BPS Situbondo, 13 dari 17 kecamatan di Situbondo memiliki hutan mangrove. Hal tersebut karena letak geografis Situbondo berada di pesisir utara pulau Jawa sehingga masyarakat memanfaatkan lahan pasang surut secara maksimal dalam penanaman mangrove.

Jika setiap pesisir di Indonesia di maksimalkan seperti Kabupaten Situbondo dalam membudidayakan mangrove, Indonesia akan tetap mempertahankan presentasenya sebagai salah satu paru-paru dunia.

Fakta Mangrove Indonesia :
Manakah dari hutan besar dunia yang menyimpan karbon paling banyak per hektar? Hutan hujan tropis lebat di Amazon, Kalimantan, Kongo atau Papua Nugini? Hutan utara Kanada dan Siberia yang luas, atau hutan pegunungan yang menjulang tinggi di Victoria dan Tasmania?
Bukan dari salah satu di atas.

Faktanya (menghitung karbon yang tersimpan di tanah), Hutan mangrove Indonesia menyimpan lima kali karbon lebih banyak per hektare dibandingkan dengan hutan tropis dataran tinggi (Murdiyarso et al., 2015).

Bukan hanya itu, dengan memperluas lahan mangrove, emisi gas rumah kaca dapat terhambat sehingga jika usaha tersebut terus dilakukan pada tahun 2020, Indonesia dapat memenuhi seperempat dari 26% target reduksi emisi (Murdiyatso, et al., 2015).

Penulis : Fiqih Tri Mahendra
(mahasiswa PolStat STIS Jakarta)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button