Breaking NewsDaerahEdukasiHukrimNasionalNewsPeristiwa

Sengketa Tanah Kecamatan Sukodono, Hakim PN Sidoarjo Sidak Lokasi

Sidoarjo – Sengketa tanah yang terjadi pada warga Desa Klopo Sepoloh, bernama Paino , yang merupakan salah satu ahli waris dari ibu Ponitri. B. Latipah (almh), selaku pemilik obyek tanah seluas 2490 M yang berlokasi di Desa Klopo Sepoloh, Kelurahan Klopo Sepoloh, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, pada Jum’at datangi lokasi. (18/03/2022) pukul 9.00 Wib.

Selain bersama pihak pengadilan Negeri Sidoarjo, hadir pula Kapolsek Sukodono beserta jajaran, Ketua LSM BPPI, dan pihak Kelurahan Klopo sepoloh, mendatangi lokasi yang saat ini tengah proses amaning.

Pasalnya, Tanah milik keluarganya yang bermula atas nama Ponitri selaku ibu kandung dari Paino sudah pindah nama sejak beberapa puluh tahun yang lalu. di tahun 1982 muncul leter C atas nama Poniti (bukan ibu kandung Paino), kemudian tanpa adanya ijin dan tanpa diketahui dari pihak keluarganya berubah nama kepemilikan menjadi Kosim.

“Saya dan orang tua saya tidak pernah mengasihkan obyek tanah tersebut kepada siapapun apalagi ke atas nama Kosim, dan sampai kapanpun tetap akan saya perjuangkan hak kami. makanya hari ini kita datang untuk mengungkap kebenaran dan meminta hak kami kembali ” ungkap Paino saat berada di lokasi, Jum’at (18/03/2022).

Kepada media ini dirinya memaparkan telah menjadi korban mafia tanah atas objek lahan seluas 2.490 meter yang masih tertera dalam surat nomor 248 atas nama ibunya yakni Ponitri B Latipah.

Hakim PN Sidoarjo didampingi Pihak terkait saat sidak lokasi

Paino menceritakan awal mula dirinya mengetahui menjadi korban mafia tanah kurang lebih pada tahun 2008. Saat itu Paino menanyakan ke ibundanya untuk kejelasan tentang tanah yang dimiliki oleh keluarganya. Atas perintah ibunya, Paino akhirnya datang ke kantor desa bermaksud menanyakan kejelasan ke pemerintah Desa yang pada saat itu di pimpin oleh Manan selaku Lurah.

Singkat cerita, Kemudian pada 06/07/2021, Paino melakukan mediasi ke pemerintah Desa, namun waktu itu belum ada titik terang terkait tanah milik keluarganya sudah beralih nama menjadi Kosim. Dan saat di konfirmasi ke pihak Desa, kepada media ini Paino memaparkan bahwa lurahnya tidak bisa menunjukkan surat peralihan nama tersebut.

Berita terkait : https://www.hallojatimnews.com/2022/03/16/waspada-kasus-mafia-tanah-berganti-pemilik-di-sidoarjo-masih-terjadi/

Padahal, pihaknya merasa tidak pernah melakukan pengalihan nama apalagi jual beli ke Kosim.

“ Semua keluarga saya sudah ditanyai, tidak ada transaksi apapun terkait pengalihan nama, jual beli apalagi dengan kata-kata dikasih terhadap bapak Kosim.” Geramnya.

Bapak 54 tahun, dari keempat bersaudara itu menerangkan, Saat berada di hadapan para saksi mata yang hadir dilokasi, dirinya sempat bertanya kepada mantan kepala Desa setempat saat aktif dimasanya, bahwa belum pernah dilakukan pengalihan nama milik keluarganya.

Ironisnya, surat tersebut sudah berganti nama. Bahkan menurut pengakuan dari mantan lurah tahun 1982 yang bernama Pak Jono  beserta Kasunnya yang bernama Suripto, ” justru Ponitri B Latipah itu asli warga saya , kalau Poniti saya tidak kenal ” ungkapnya saat bersaksi di pengadilan.

Paino didampingi dua pengacaranya, Wyndi Prasetyo .SH dan Urip Mulyadi MB.SH melaporkan kasus tersebut, hingga saat ini sudah menjalani proses penyelidikan dari Pengadilan Negri Sidoarjo.

Saat proses berjalan Paino mendapatkan surat somasi dari pihak tergugat, dan pihak Paino terkejut kenapa surat tersebut dilayangkan ke alamat rumahnya bukan ke kantor kuasa hukumnya.

“Harusnya somasi tersebut dikirim ke kantor kuasa hukum saya karena masalah ini kita sudah kuasakan ke mereka. tapi kok malah dikirim ke rumah saya ” ujarnya.

” Pertama kali saya mendapat somasi setelah mediasi di desa, saya mendapat somasi 3 kali berturut” yang berdalil pihak pengacara tergugat yang bernama Makrus, semua 2490meter diakui pihak pak Kosim, kemudian saya menggugat dalil somasi tersebut, yang berbunyi luasnya 2490meter, sedangkan saat sidak lokasi pihak Makrus berbicara yang dipermasalahkan kurang lebih 400meter, Padahal 3 kali somasi dalilnya berbunyi 2490meter ” ungkapnya.

Urip selaku kuasa hukum Paino juga angkat suara, “Yang di gugat adalah tanah 2.490meter atas nama pemilik yang berubah dari Ponitri B Latipah menjadi Poniti B Hatipah, kemudian mirisnya, tanah tersebut dikasih poniti pada tahun 1982 ke Kosim. Yang jadi pertanyaan, apakah Poniti itu punya tanah itu..?, sedangkan yang punya tanah tersebut adalah Ponitri B Latipah ” ungkap sang pengacara.

Sementara itu, Khoirul selaku ketua DPD Lembaga BPPI (Barisan Patriot Peduli Indonesia), Mengatakan akan terus mendampingi Paino karena itu adalah hak Paino.

“Kami akan terus mendampingi karena itu benar-benar hak dari pak Paino. Dan kami berharap pihak desa bisa memberikan apa yang menjadikan hak dari pak Paino.” ujar Khoirul.

Selain itu, Khoirul berharap agar masalah sengketa yang terjadi pada salah satu anggotanya ini bisa segera terselesaikan. Dirinya juga mengaku sebelum Masalah ini masuk kerana persidangan, pihaknya juga sempat bermediasi dengan kedua belah pihak. Namun belum juga ada titik terang.

“Kita juga sempat melakukan mediasi dengan kedua belah pihak. Namun karena masih belum ada titik terang, akhirnya kita lanjutkan dengan proses hukum. Kita akan percayakan masalah ini ke pihak terkait. Karena di negara kita ada hukum yang berlaku, semua itu ada aturannya.” Pungkasnya.

Dari info yang dihimpun, sampai adanya sidak lokasi ini terlaksana, Sumardi selaku Lurah Desa Klopo Sepoloh yang saat ini masih aktif dalam jabatannya tidak bisa hadir, namun diwakili kuasa hukumnya saat sidak dilokasi.

@deft.

Related Articles

Back to top button